Sabtu, 17 Januari 2009

Parakan, Temanggung


Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Sindoro-Sumbing. Kota kecamatan Parakan dilintasi jalur dari Wonosobo ke Yogyakarta/Semarang dan Yogyakarta ke Jalur Pantura/Jakarta.
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Sejarah
Pada jaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Di mana para pejuang rakyat saat itu menggunakan bambu runcing. Bambu runcing adalah sebuah tongkat dari bambu berwarna kuning yang bagian ujungnya dibuat runcing, dibuat sebagai senjata yang sederhana namun ampuh setelah diberi doa oleh para kyai untuk melawan penjajahan Jepang sebelum kemerdekaan RI di daerah Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah) dan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan (1945 - 1948) di daerah Ambarawa dan wilayah lainnya. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah KH Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.

Wilayah Administrasi
Parakan sebagai wilayah administratif kecamatan dibagi dalam 16 desa yang berbatasan dengan:
Utara : Kecamatan Ngadirejo, Jumo, dan Kedu, Kabupaten Temanggung
Barat : Kecamatan Kledung, Ngadirejo dan Bansari, Kabupaten Temanggung
Selatan : Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung
Timur : Kecamatan Kedu, dan Bulu, Kabupaten Temanggung

Desa/kelurahan
- Glapansari
- Sunggingsari
- Caturanom
- Depokharjo
- Ringinanom
- Wanutengah
- Parakan Kauman
- Parakan Wetan
- Dangkel
- Watukumpul
- Mandisari
- Campursalam
- Ngelondong
- Tegalroso
- Bagusan
- Traji

Pencaharian :
Rata-rata masyarakat Parakan masih berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang dulu sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional.

Aktivitas Keagamaan :
Mayoritas penduduk Parakan beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, surau dan pesantren di daerah ini. Namun demikian, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antarumat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Milsanya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.

Bahasa Daerah :
Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko)dalam bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya. Kata-kata lainnya antara lain :
* ha-njuk = lalu
* jidor = sukurin / rasakan akibatnya / biarin
* gage / gekndang = ayo cepat / bergegas
* ndak = apakah
* de-e = kamu
* ndais = sukurin

Kesenian Tradisional :
* Kubro (Kubrosiswo): Tarian dengan memakai seragam & topeng, diikuti dengan alat musik pukul. dimainkan juga oleh anak anak.
* Jaran Kepang (Kuda Lumping): Tarian dengan menggunakan tunggangan kuda yang terbuat dari bambu dan dihias meriah.
* Ndibak: Lantunan puji-pujian Islami dalam bahasa Arab, yang dinyanyikan bersama-sama.

Makanan Tradisional :
* Emping Ento, sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.
* Sego Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang.
* Gudeg Gurih, berbeda dengan gudeg yogya, gudeg di daerah ini manis tapi gurih.
* Sego Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri
* Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis
* Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang
* Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.
* Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.
* Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.

Makanan di Parakan juga banyak yang dinamai dengan istilah yang unik2, antara lain:
* Endog Gludug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endog) guling (gludug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.
* Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendoan gaya Parakan.
* Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, kecambah dll.

http://id.wikipedia.org/wiki/Parakan,_Temanggung

2 komentar:

Pengikut