Sabtu, 17 Januari 2009

Parakan, Temanggung


Parakan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Sindoro-Sumbing. Kota kecamatan Parakan dilintasi jalur dari Wonosobo ke Yogyakarta/Semarang dan Yogyakarta ke Jalur Pantura/Jakarta.
Berdasarkan catatan sejarah Nugroho Notosusanto, daerah Parakan ini adalah merupakan sima atau semacam tanah hibah pada masa Mataram Kuno. Beberapa peninggalan berupa prasasti dan candi bisa ditemui di sekitar wilayah Parakan, di antaranya Candi Gondosuli yang berada di sebelah tenggara Parakan.

Sejarah
Pada jaman penjajahan dulu daerah ini terkenal dengan senjata bambu runcing. Di mana para pejuang rakyat saat itu menggunakan bambu runcing. Bambu runcing adalah sebuah tongkat dari bambu berwarna kuning yang bagian ujungnya dibuat runcing, dibuat sebagai senjata yang sederhana namun ampuh setelah diberi doa oleh para kyai untuk melawan penjajahan Jepang sebelum kemerdekaan RI di daerah Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah) dan penjajahan Belanda setelah Kemerdekaan (1945 - 1948) di daerah Ambarawa dan wilayah lainnya. Salah satu tokoh penggerak para pejuang pada masa itu adalah KH Subchi (nama aslinya ‘Subuki’) yang dijuluki ‘Jenderal Bambu Runcing’ (sekarang namanya diabadikan menjadi nama sebuah jalan di kampung kauman Parakan), sedangkan tokoh-tokoh yang lain diantaranya Sahid Baidzowi, Ahmad Suwardi, Sumo Gunardo, Kyai Ali, H. Abdurrahman, Istachori Syam'ani Al-Khafidz dan masih banyak lagi yang lain. Parakan juga merupakan tempat lahir tokoh perjuangan nasional Mohamad Roem, yang terkenal sebagai delegasi Indonesia dalam perundingan diplomasi Roem-Roijen.

Wilayah Administrasi
Parakan sebagai wilayah administratif kecamatan dibagi dalam 16 desa yang berbatasan dengan:
Utara : Kecamatan Ngadirejo, Jumo, dan Kedu, Kabupaten Temanggung
Barat : Kecamatan Kledung, Ngadirejo dan Bansari, Kabupaten Temanggung
Selatan : Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung
Timur : Kecamatan Kedu, dan Bulu, Kabupaten Temanggung

Desa/kelurahan
- Glapansari
- Sunggingsari
- Caturanom
- Depokharjo
- Ringinanom
- Wanutengah
- Parakan Kauman
- Parakan Wetan
- Dangkel
- Watukumpul
- Mandisari
- Campursalam
- Ngelondong
- Tegalroso
- Bagusan
- Traji

Pencaharian :
Rata-rata masyarakat Parakan masih berprofesi sebagai petani, baik tanaman pangan (padi dan jagung) maupun komoditas lain yang dulu sempat menjadi ciri khas, yakni tembakau. Profesi mayoritas kedua di Parakan adalah sebagai pedagang yang berpusat di beberapa pasar tradisional.

Aktivitas Keagamaan :
Mayoritas penduduk Parakan beragama Islam, terbukti dengan banyaknya masjid, surau dan pesantren di daerah ini. Namun demikian, terdapat juga wihara, kelenteng dan gereja yang membuktikan eksistensi pemeluk agama lain di kota tersebut. Toleransi antarumat beragama di Parakan relatif tinggi yang dibuktikan di antaranya dengan berbagai perayaan hari besar keagamaan yang turut dimeriahkan oleh penganut agama lainnya. Milsanya pada malam sebelum Hari Raya Idul Fitri, masyarakat mengadakan pawai obor keliling kota dan didukung dengan semarak oleh mereka yang beragama lain. Pada saat hari raya Idul Fitri pun mereka yang berlainan agama saling bersilaturahmi tanpa membedakan suku dan agama. Ada juga "Parade Kesenian Tradisional Islam" yang biasanya diadakan tiap tanggal 1 Hijriah (Tahun Baru Islam) berpusat di depan Masjid Al Barakah Bambu Runcing, Kauman, Parakan, yang dimeriahkan dengan berbagai macam unjuk kebolehan dari beberapa jenis kesenian, baik yang tradisional maupun modern yang sudah diadakan tiap tahun sejak 1995. Sebaliknya, saat Hari Raya Imlek, masyarakat bersama-sama menikmati hiburan Liong atau Barongsai dan kadang-kadang Wayang Potehi atau boneka panggung khas negeri Cina di halaman kelenteng. Demikian pula saat hari Natal sering diadakan hiburan atau bazaar yang melibatkan masyarakat dari agama lain.

Bahasa Daerah :
Mayoritas penduduk menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan strata (Krama - Ngoko)dalam bahasa juga masih sering dipraktekkan. Dialek Jawa di Parakan tidak jauh berbeda dengan dialek mataram yang merupakan prosentase terbesar dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Meski demikian, dialek Banyumasan mulai mencampur dalam dialek Parakan. Yang paling kentara adalah penggunaan "nyong" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, yang serupa dengan dialek Banyumasan. Beberapa kata bahkan muncul sebagai ciri dialek yang tidak dapat ditemui pada dialek bahasa Jawa lainnya. Misalnya kata "jotek" yang sinonim artinya dengan kata "emoh" (tidak mau) dalam dialek bahasa Jawa lainnya. Kata-kata lainnya antara lain :
* ha-njuk = lalu
* jidor = sukurin / rasakan akibatnya / biarin
* gage / gekndang = ayo cepat / bergegas
* ndak = apakah
* de-e = kamu
* ndais = sukurin

Kesenian Tradisional :
* Kubro (Kubrosiswo): Tarian dengan memakai seragam & topeng, diikuti dengan alat musik pukul. dimainkan juga oleh anak anak.
* Jaran Kepang (Kuda Lumping): Tarian dengan menggunakan tunggangan kuda yang terbuat dari bambu dan dihias meriah.
* Ndibak: Lantunan puji-pujian Islami dalam bahasa Arab, yang dinyanyikan bersama-sama.

Makanan Tradisional :
* Emping Ento, sejenis emping yang terbuat dari ketela pohon, rasanya gurih.
* Sego Gana, nasi yang dicampur dengan sayuran, parutan kelapa, ikan teri, tempe dan kadang-kadang juga ditambah kentang.
* Gudeg Gurih, berbeda dengan gudeg yogya, gudeg di daerah ini manis tapi gurih.
* Sego Jagung (Nasi Jagung) yang disertai sayuran rebus dan rempeyek jagung/teri
* Coro Bikang, makanan kecil yang termasuk salah satu jajanan pasar yang terbuat dari telur & krim, rasanya manis
* Lemper, juga merupakan jajanan pasar yang terbuat dari ketan dengan daging ayam di dalamnya, disajikan dengan dibungkus daun pisang
* Bolu, yang berbeda dengan pengertian bolu pada umumnya. Bolu di sini berdiameter kecil (segenggaman tangan) dan dipanggang sehingga permukaannya berwarna cokelat.
* Wehku atau Moho, semacam bikang berwarna putih dan berasa manis.
* Pelok, semacam kue kering berbentuk oval yang berbahan sama dengan kue bolu.

Makanan di Parakan juga banyak yang dinamai dengan istilah yang unik2, antara lain:
* Endog Gludug, secara harafiah bisa diartikan sebagai "telur (endog) guling (gludug)". Dibuat dari ketela pohon yang dilumat, dicampur gula, garam & vanili dibentuk bulat dan digoreng, kemudian dilumuri wijen.
* Tempe Kemul tempe bersalut tepung yang digoreng atau semacam mendoan gaya Parakan.
* Tahu Cokol, atau tahu isi irisan wortel, kecambah dll.

http://id.wikipedia.org/wiki/Parakan,_Temanggung

Carut-marut penempatan jabatan di SOTK daerah (3-habis)

Pejabat baru perlu diberi waktu

DILIHAT dari fakta yang ada dari penataan SOTK baru di berbagai daerah memang sempat memunculkan nada pesimistis. Namun sebenarnya tidak semua harus demikian. Artinya perlu dikedepankan pula rasa optimistis dalam hal ini. Bahwa penataan SOTK ditujukan untuk perbaikan sistem pemerintahan, sehingga pelayanan terbaik kepada masyarakat akan terwujud.

Sebab menurut pakar Administrasi Publik Undip, Drs Ali Mufiz MPA, yang juga mantan Wakil Gubernur dan Gubernur Jateng periode 2003-2008 adanya SOTK, merupakan tindak lanjut dari PP 38 dan PP 41 tahun 2007, sebagai pelaksanaan UU 32/2004 tentang otonomi daerah. PP 38 berisi tentang pembagian urusan pusat dan kabupaten, sedangkan PP 41 menyangkut kelembagaan di semua daerah.

Pemerintah daerah harus berhadapan dengan dua kenyataan, yakni wajib sekaligus pilihan untuk melaksanakan SOTK. Wajib karena ada aturan yang harus dilaksanakan. Pada sisi yang lain, pilihan merupakan hak pemda setempat karena sudah ada penataan sebelumnya dalam struktur pemerintah masing-masing.

Ali Mufiz menguraikan, dalam mewadahi tugas pada penataan SOTK tersebut, ada sejumlah pertimbangan, antara lain kebutuhan daerah, kemampuan, ketersediaan sarana dan prasarana, dan cakupan tugas di daerah yang bersangkutan. Selain itu, kondisi geografis dan potensi yang dimiliki daerah tersebut. ”Setiap daerah tidak harus sama karena kebutuhan serta cakupan tugas yang berbeda,” ujarnya.

Yang perlu dipahami, kata dia, bahwa UU sektoral masih berlaku. Misalnya, terkait pemuda dan olahraga dengan keluarnya UU tentang Pemuda dan Olah Raga. Alhasil, UU mengamanatkan, Pemuda dan Olahraga harus memiliki Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tersendiri. Selain itu, ada hal-hal teknis yang harus diakomodasi, misalnya penyuluh KB atau Badan Narkotika yang sesuai UU sektoral harus terakomodasi dalam SKPD.

Padahal, penataan itu juga tidak serta merta berawal dari nol. Paska keluarnya aturan SOTK, pemda telah memiliki penataan tugas yang excited. Akan tetapi, penataan itu tetap harus dilakukan dengan tetap mengakomodasi SDM yang ada. Namun, di sini juga letak tantangan dari pemda dalam penataan personel serta aset dan fasilitas yang ada.

Ali Mufiz mencontohkan, pengalamannya dalam melakukan penataan SOTK di tingkat provinsi yang berlangsung pada pertengahan 2008 silam. Dia mengemukakan, pihaknya sebelum menentukan pejabat baru telah menyusun Baperjakat yang bertugas melakukan penelitian terhadap para pejabat yang akan menduduki SKPD yang baru. Dia memberikan poin penting dalam penyerahan tanggung jawab itu, yakni kepercayaan. ”Berangkat dengan kepercayaan, beri kesempatan 2 sampai 3 tahun, baru dilakukan penyempurnaan bagi pejabat baru,” katanya.

Psikologis
Dia menyadari, personel yang terkena proses penggantian SOTK itu pada awal kerjanya mereka pasti akan mengalami kendala psikologis dan fisik, yang membutuhkan penyesuaian. Bukan saja dengan lingkungan orang-orang yang baru, namun juga fasilitas yang mereka hadapi.

Mufiz tidak menampik adanya asumsi pertimbangan akademik dalam penentuan penempatan SKPD tersebut. Misalnya, pejabat untuk Dinas Pekerjaan Umum (DPU), harus lulusan teknis dengan gelar ke-insinyur-annya. Boleh jadi, semua memang sepakat dengan hal itu.

Akan tetapi, pemda juga harus mempertimbangkan aspek kemampuan manajerial yang harus dimiliki oleh seorang pimpinan. Selain itu, aspek administratif menyangkut tingkat golongan, riwayat pekerjaan, kemampuan atau kinerja, dan aspek moralitas. ”Tidak sepenuhnya pertimbangan latar belakang pendidikan menjadi dasar utama penentuan SKPD," imbuhnya.

Lintas sektoral
Kendati berpesan agar SOTK dilihat case by case, Mufiz mengakui keraguannya apakah aturan itu akan selamanya bisa dilaksanakan. Pasalnya, aturan ini menutup celah kemungkinan terjadinya manuver atau perpindahan lintas sektoral bagi PNS dalam tingkat pemerintahan yang berbeda baik vertikal maupun horisontal.

Padahal, Indonesia sebagai negara kesatuan semestinya memiliki celah agar ada kesempatan bagi warganya untuk memiliki kesempatan secara vertikal dalam jenjang karir mereka. "Misalnya saja ada potensi di sebuah kabupaten yang bisa dimanfaatkan oleh kabupaten lain, atau seterusnya pada tingkatan di atasnya, sehingga pandangan bisa menjadi lebih luas, dan birokrasi tidak menjadi miop atau seperti katak dalam tempurung," pungkasnya.

Seharusnya, peraturan harus memberikan kesempatan kepada PNS yang potensial untuk berkembang semaksimal mungkin. Misalnya ada PNS di daerah yang potensial harus bisa meningkatkan atau mengembangkan potensinya di pemerintah provinsi (manuver vertikal). Atau PNS di daerah satu bisa bermanuver horisontal yakni mengembangkan potensi di daerah lain karena di tampatnya sudah tidak memungkinkan untuk berkembang. "Jadi penempatan pejabat tidak harus dari PNS setempat. Tetapi dengan catatan tidak ada PNS setempat dinilai tidak ada yang kapabel menempati jabatan tertentu sementara di PNS daerah lain ada, maka bisa saja diambil," tandasnya. rth-yan (Wawasan, 17 Januari 2009)

Jumat, 16 Januari 2009

Sekali lagi, soal sudah orang meninggal dilantik ...........

TEMANGGUNG - Dinas Pendidikan (Dindik) Temanggung mengaku kurang teliti dalam memberikan data kepegawaian. Sehingga terjadi seorang yang telah meninggal dunia sejak Juni 2008, namanya masih tercantum dalam pejabat yang dilantik Bupati Hasim Afandi, sebagai pejabat eselon V, pada Sabtu (10/1) lalu.
Atas kejadian tersebut, Dindik sedang mempelajari kasusnya dan akan memberi sangsi atau pembinaan terhadap oknum yang lalai tersebut. “Kami harus akui, bahwa ada kelalaian dalam memberikan data kepegawaian, sehingga terjadi permasaahan ini. Kepada petugas yang lalai akan kami berikan pembinaan,” kata Kepala Dindik, Tri Marhaen Suhardono SH MM, kemarin.
Pria yang baru dua minggu menduduki kursi kepala dinas dan efektif bekerja selama lima hari membenarkan kalau Purwanti, yang diangkat sebagai Kepala TU SMPN I Gemawang telah meninggal dunia. “Benar, memang Purwanti telah meninggal dunia sejak Juni 2008 lalu, seperti yang saudara (wartawan) tulis. Meski pada pelantikan 446 pejabat eselon IV dan V, Sabtu (10/1) lalu, namanya masih disebutkan untuk mengisi jabatan Kepala TU SMPN 1 Gemawang. Bahkan sejak September keluarga almarhumah sudah menerima pensiunan,” papar pria yang sebelumnya menjabat Kabag Hukum.
Sebagai PNS yang lima tahun terakhir terlibat dalam persoalan kepegawaian dan hukum, Tri Marhaen bertekad menata Dindik lebih bagus lagi. “Saya ditempatkan disini, setelah sebagai Kabag Hukum dan Kabid di BKD (Badan Kepegawaian Daerah), memang untuk menata secara internal Dinas Pendidikan. Agar masalah-masalah seperti ini tidak terjadi. Jadi fokus pekerjaan saya dalam enam bulan ini memang menata administrasi,” jelasnya.
Kepala BKD Sutikno membenarkan kalau dilantiknya seorang yang telah meninggal dunia karena kesalahan “pasokan data”. “Kita memang bertekad memberdayakan Dnas Pendidikan. Sehingga menyangkut kepegawaian, kita ingin disana mempunyai data dan mengatur masalah penataan personilnya sendiri. Karena dinas itu memang besar secara organisasi maupun personil. Dalam kasus ini, kita BKD maupun Baperjakat, memang hanya menerima masukan data dari sana (Dindik),” ungkapnya.
Menyangkut soal pengunduran diri dari beberapa pejabat yang dilantik akhir pean lalu di lingkungan Dindik, baik Sutikno maupun Tri Marhaen mengaku masih mempelajari. Keduanya mengaku, pengunduran diri tersebut tidak mesti dikabulkan. Tetapi kalau alasannya memang mendasar dan rasional, tentu akan dipertimbangkan. Terlepas sebelum menjadi PNS, mereka sudah menandatangani pernyataan siap ditempatkan dimanapun. “Kalau memang benar sakit dan ada alasan lain, tentunya perlu kita kaji. Toh, dalam persoalan ini, pegawai tersebut jadi kehilangan kesempatan promosi,” jelas Sutikno.
Tri Marhaen mengaku baru menerima pengunduran diri dari jabatan atas nama Aminudin (Kepala TU SMPN 3 Bulu) dan Ariyantono (Kepala TU SMPN 2 Bulu), dengan alasan kesehatan. Sedang menyangkut nama Endar Puji Astuti (Kepala TU SMPN 2 Bejen) dan beberapa nama lain, suratnya belum masuk. “Yang sudah masuk baru dua nama. Yakni Aminudin dan Ariyantono. Sedang nama Endar Puji Astuti dan nama lain, suratnya belum masuk. Jadi yang kita proses dan kaji ya surat atas nama dua orang itu saja,” tandasnya. (dem)(Radar Jogja, 16 Januari 2009)

Sudah Meninggal Ikut Dilantik, piye jal ......

TEMANGGUNG - KEBIJAKAN Pemkab Temanggung dalam penataan personel dinilai menggelikan. Dalam pelantikan 446 pejabat eselon IV dan V yang berlangsung akhir pekan lalu, melibatkan orang yang telah meninggal dunia. Hal ini menjadi sorotan LSM Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan (AMPP) Temanggung.
“Dalam pelantikan Sabtu (10/1) lalu, ada orang yang sudah meninggal dunia sejak Juni 2008, masih tercantum dalam daftar pejabat yang dilantik oleh Bupati Temanggung. Ini sungguh lucu,” kata Koordinator AMPP, R Sudigwo kemarin.
Pejabat yang dimaksud adalah Purwanti, yang semula staf TU di SMP Kandangan. Dalam pelantikan, dia diangkat menjadi staf TU SMP Gemawang. “Pihak keluarga sudah menyampaikan surat kematian ke dinas untuk mengurus pensiunan. Bahkan keluarga sudah menerima uang pensiunan sejak Lebaran. Kok bisa-bisanya, masih ikut dilantik. Ini mesti ada yang salah dalam administrasi Dinas Pendidikan,” tutur pria yang kesehariannya guru SD Negeri 1 Temanggung 2 itu.
Dinas Pendidikan selaku pemasok data ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD) guna penataan personel terkait SOTK baru, dianggap mempunyai kinerja yang amburadul. “Dinas Pendidikan sunguh amburadul. Bagaimanapun juga, kalau sampai terjadi seperti itu, kesalahan ada pada Dinas Pendidikan bukan BKD atau bupati. Ini mesti ada yang tidak transparan dan sarat KKN,” ujarnya.
AMPP menunjukkan beberapa data, mundurnya pegawai dari jabatan, pasca-pelantikan 10 Januari 2009 lalu. Di antaranya Aminudin yang diangkat sebagai Kepala TU SMPN 3 Bulu menyatakan mengundurkan diri dari jabatan dan tetap ingin sebagai staf TU SMPN 1 Ngadirejo. Alasannya, pernah kena stroke sehingga perlu terapi dan belum boeh mengendarai kendaraan serta kendaraan umum terlalu lama.
Hal sama terjadi pada Endar Puji Astuti yang mengundurkan diri dari jabatan TU SMPN 2 Bejen, karena kondisi kesehatan, transportasi dan istri Kepala Desa Bejen. Perempuan berpangkat Penata Muda Tingkat I ini juga ingin tetap sebagai staf TU di SMPN I Bejen. “Kami juga mempunyai data adanya pengunduran diri dari TU SMPN Bansari. Data ini masih kami pelajari,” ungkapnya.
Dari fakta tersebut, AMPP melihat kinerja Dinas Pendidikan dalam penataan personel kurang maksimal. “Mereka kurang mempertimbangkan kondisi fisik dan hal-hal lain yang terjadi pada seorang pejabat. Meskipun, di awal menjadi PNS mereka pernah menandatangani pernyataan siap ditempatkan di manapun,” ujarnya.
AMPP berharap ada ketegasan dari pihak-pihak terkait soal kebijakan penataan personel. “Kalau sampai bupati membuat SK buat orang yang sudah meninggal dunia ini adalah hal yang memalukan dan kebangeten. Ke depan agar tidak terjadi hal yang sama, perlu ada tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang salah dalam masalah ini. Ya, supaya tidak terulang kembali hal memalukan ini,” papar pria yang memiliki Yayasan Peduli Anak Bangsa yang bergerak dalam bantuan pendidikan bagi orang tidak mampu.
Amburadulnya Dinas Pendidikan tidak hanya terjadi sekarang ini. “Sudah tiga tahun ini banyak terjadi amburadul data di Dinas Pendidikan. Buntutnya, gaji jadi terlambat, kenaikan pangkat tertunda hingga sertifikasi bagi guru yang lambat. Ini harus diperbaiki,” tegasnya. (dem)(Radar Jogja, 14 Januari 2009)

Carut-marut penempatan jabatan di SOTK daerah (2)

BANYAKNYA kejanggalan dalam penempatan pejabat pada Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di beberapa daerah memunculkan kekhawatiran dan keprihatinan, karena dapat berdampak buruk bagi kinerja sebuah instansi. Sebab instansi akan berjalan dengan baik, apabila dipimpin oleh orang yang sudah berpengalaman dan menguasai bidangnya ditambah kemampuan manajerial yang baik. Pakar Hukum Adminitrasi Negara, yang juga Rektor Untag Semarang, Wijaya SH MHum mengaku prihatin dengan kondisi itu.

Menurut dia, pengisian jabatan struktural berkaitan dengan terbitnya SOTK belum mencerminkan reformasi birokrasi. Sebab pengisian pejabat-pejabatnya kurang mendasarkan pada kompetensi keilmuannya.

’’Misalkan pejabat berlatarbelakang hukum, ditempatkan sebagai Kepala Dinas Perikanan. Ini kan tidak sesuai kompetensi keilmuannya. Jangan-jangan dia hanya karena suka mancing lalu diberi jabatan itu,’’ kelakar Wijaya.

Menurut dia, penempatan seorang pejabat harus disesuaikan dengan latar belakang keilmuannya, serta pengalaman yang dimiliki. Jangan sampai terjadi penempatan pejabat hanya sekadar mempertimbangkan kepangkatan atau senioritas, tapi yang lebih penting adalah latar belakang keilmuan yang dimiliki.

Menurut Wijaya, pejabat yang menempati jabatan yang tidak pas, tidak akan berprestasi. Kalaupun berprestasi, akan kalah dengan pejabat yang pas pada jabatannya karena keilmuannya. ’’Bupati/walikota tidak boleh uji coba dalam menempatkan seorang pejabat, karena menyangkut pelayanan pada masyarakat," katanya.

Ke depan perlu diatur oleh masing-masing daerah tentang kontrak jabatan. Artinya, seorang pejabat yang menduduki jabatan tertentu, tetapi tak mampu memenuhi pencapaian target yang diberikan atasan akan dengan sendirinya mengundurkan diri, atau meletakkan jabatan.

"Dengan model atau sistem seperti itu, tak akan lagi terjadi rebutan jabatan, tetapi yang terjadi adalah rebutan prestasi," kata Wijaya, sembari mengatakan kontrak jabatan telah dilakukan di Kabupaten Solok, dan Jimbaran (Bali).

Menurutnya, dengan kontrak jabatan, pengaruhnya sangat luar biasa, khususnya dalam pelayanan masyarakat. "Dalam kontrak jabatan, pejabat yang berprestasi juga mendapatkan tunjangan kinerja yang luar biasa pula," tambahnya.

Bingung
Selain faktor penempatan jabatan yang kurang pas, pemerintah kabupaten/kota juga terlihat kurang siap dalam mempersiapkan fasilitas kantor maupun pendukung lainnya. Bahkan beberapa pejabat dan staf masih bingung dengan tugas baru mereka. Dampaknya kinerja beberapa instansi belum berjalan normal.

Di Pemkab Semarang yang telah melaksanakan SOTK beberapa waktu lalu ternyata belum sepenuhnya berjalan normal. Terbukti masih ada sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang sarana prasarana serta personelnya belum siap.

Selain sarana prasarana kantor belum siap, personel di beberapa kantor juga masih bingung dengan adanya pemecahan seksi, karena mereka belum bisa menentukan harus bergabung ke seksi yang mana. Kebingungan ini terutama dialami para staf. Bahkan ada kepala seksi (kasi) yang belum punya staf. "Di kantor baru ini saya belum punya staf," ujar salah seorang Kasi, Selasa (13/1).

Di Pemkot Salatiga, Asisten I Setda Pemkot Salatiga, Drs Susanto mengakui, memang masih banyak PNS yang kaget dengan tempat kerja yang baru karena sejumlah dinas dihapus dan dirampingkan. Tak hanya itu. Sejumlah PNS menduduki jabatan baru dalam lembaga yang terkena perampingan serta penggabungan di satu instansi mengaku kebingungan lantaran tidak adanya kejelasan tempat dan ruang kerja yang proporsional.

Susanto menambahkan, banyak kekurangan di sana sini. Contoh terkecil adalah kurangnya fasilitas yang dibutuhkan staf baru masuk ke lingkungan baru. "Mereka mengeluhkan, bagaimana harus bekerja di tempat baru yang tidak proporsional dan masih perlu penataan ulang," katanya.

Kurang fasilitas
Terkait hal ini, kembali Drs Susanto menandaskan para PNS diharapkan segera menyesuaikan diri dengan lingkungan baru terkait keputusan perubahan struktur organisasi tata kepemerintahan (SOTK) baru. Sebab, keputusan ini sudah final dan tidak dapat ditawar lagi.

"Para PNS saya harap dapat menyesuaikan diri dengan tempat dan tugas yang baru. SOTK baru ini merupakan keputusan final yang harus dijalankan," ungkap Susanto.

Banyak PNS di Pemkot Salatiga yang mengeluhkan kurang matangnya pelaksanaan SOTK. "SOTK baru yang diterapkan hanya sekadarnya dan ibarat bedol desa," ujar beberapa PNS di Pemkot Salatiga yang enggan disebutkan jati dirinya.

Tak hanya itu, soal fasilitas mendasar seperti meja kursi saja itu pun belum ada. Para PNS terpaksa yang masuk sebagai staf baru mau tidak mau harus menerima keadaan tersebut. Mestinya, jika memang telah siap melakukan perombakan SOTK baru, harusnya juga siap dengan penambahan kebutuhan untuk operasional kantor baru. bersambung/rbd/rna/SR/rth-Ct (Wawasan, 16 Januari 2009)

Carut-marut penempatan pejabat di SOTK daerah (1)

DI TENGAH persoalan dan tantangan yang semakin kompleks dan berat dalam pelaksanaan pemerintahan, setiap aparat pemerintah dituntut harus bisa bekerja secara profesional. Dalam arti, setiap aparat pemerintah harus menguasai betul bidang pekerjaannya sehingga mampu memberikan pelayanan sesuai harapan masyarakat. Namun selama pelaksanaan otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota, ternyata banyak bupati/walikota melaksanakan SOTK terutama dalam penempatan personel tidak berpegang pada profesionalitas.

Setiap kali ada SOTK baru selalu muncul persoalan terutama menyangkut penempatan personel di pos-pos yang ada.

Penempatan pejabat sering tidak memperhatikan latar belakang pendidikan (keilmuan), pengalaman, dan kemampuan pejabat yang bersangkutan. Sehingga muncul persoalan di belakang hari.

Ditolak
Di Pemkot Semarang penataan personel pun tidak luput dari sorotan karena sering terjadi kejanggalan. Misalnya jabatan Sekretaris DPRD (Sekwan) Kota Semarang yang semula dipegang seorang berlatar belakang dokter hewan (drh Gagak Subroto) kemudian berganti ke sesama dokter tetapi dokter umum (dr Abimanyu). Sebelumnya dr Abimanyu menjabat Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Semarang cukup lama.

Tak pelak, kalangan dewan yang nantinya akan "diurusi" Sekwan pun menolak dengan berbagai alasan. Bahwa usulan sekwan dari Pemkot Semarang yang seharusnya tiga namun hanya diajukan satu, menjadi alasan penolakan dewan.

"Karena calon sekwan yang diajukan ke dewan cuma satu calon, maka kami menolaknya. Sama-sama dokternya, tetapi sebelumnya dokter hewan kemudian akan diganti dokter umum atau dokter manusia. Tetapi kami masih belum dapat menyetujui pejabat baru yang dokter umum ini," kata Sekretaris Komisi A DPRD Kota Semarang, Bambang Sutrisno.

Karena belum disetujui DPPRD hingga kini dr Abimanyu sudah menjalankan tugas sebagai Sekretaris DPRD Kota Semarang namun belum definitif.

Penempatan pejabat lainnya dalam SOTK baru di Pemkot Semarang yang kurang pas ialah Kepala Dinas Pendidikan dijabat orang dari Dinas Kebersihan. Selain itu Dinas Kebakaran dipimpin oleh orang yang berlatar pendidikan insinyur pertanian. Bahkan ada pejabat yang harus diperpanjang masa pensiunnya sehingga masih diberi jabatan di Dinas Perhubungan dan Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah.

Penempatan personel yang kurang pas juga terjadi di Pemkab Semarang. Di RSUD Ungaran masih ditempati direktur lama yang mestinya naik eselon. Sementara itu di RSUD Ambarawa ditempati orang lama yang mestinya juga naik eselon.

Kemudian juga banyak kepala seksi yang memiliki golongan lebih tinggi dibanding kepala bidang. Ada lagi ada pejabat yang tadinya staf langsung naik menjadi kepala bagian (Kabag). Yang lebih memprihatinkan lagi seorang insinyur tenaga teknik mesin yang semula di Disnaker malah masuk ke Bagian Keuangan.

Sedangkan di Pemerintahan Kabupaten Pekalongan penempatan personel pada SOTK baru masih diwarnai nuansa politis dan kedekatan. Nuansa poltis ini pun diakui Sekda Pemkab Pekalongan, Ir Susiyanto MM. "Nuansa politis masih ada, namun tidak dominan. Penempatan bersifat normatif," terang Susiyanto.

Ada pula pejabat di daerah justru diambilkan dari pusat yakni di Kabupaten Banyumas. Pada SOTK bulan Juli 2008 lalu, Bupati Banyumas Mardjoko menarik Rasono AK MSi, Kepala Bagian Tata Usaha (TU) perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan DKI, untuk menduduki Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).

Hak interpelasi
Pihak yang kali pertama dan paling keras dalam menanggapi carut-marut penataan personel di beberapa pemerintah daerah ialah kalangan DPRD. Sampai-sampai kalangan anggota DPRD Kabupaten Semarang akan menggunakan hak interpelasi terkait penataan SOTK baru di lingkungan Pemkab Semarang. Pasalnya, penempatan personel dalam SOTK baru ini dinilai semrawut, tidak sesuai ketentuan normatif yang ada.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Semarang, H Bambang Kusriyanto mengatakan dalam penataan SOTK baru tidak melibatkan badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (Baperjakat). Sehingga penataannya terkesan hanya asal asalasalan saja. "Banyak anggota dewan menerima keluhan dari PNS karena mereka ditempatkan pada posisi atau jabatan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmunya. Untuk promosi eselon II mestinya provinsi tidak asal menyetujui," ujarnya. bersambung/Uly/rbd/haw-Ct (Wawasan, 15 Januari 2009)

Pengikut