Sabtu, 23 Mei 2009

Usia 17 Tahun, Riana Helmi Lulus Sarjana Kedokteran UGM

JOGJA - Prestasi akademis Riana Helmi sungguh luar biasa. Mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu mengantongi gelar sarjana kedokteran pada usia 17 tahun 11 bulan. Calon dokter yang tidak suka bermain boneka itu sekaligus pemegang gelar sarjana termuda dalam wisuda UGM Selasa lalu (19/5).

Riana meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,67. Masa kuliahnya tiga tahun enam bulan. Perempuan kelahiran Banda Aceh, 22 Maret 1991, itu masuk Fakultas Kedokteran (FK) UGM Jogjakarta melalui PBS (penelusuran bakat swadana) usia 14 tahun pada 1 September 2005. Dia lulus 25 Februari 2009.

Saat acara wisuda di Grha Sabha Pramana, Rektor UGM Prof Sudjarwadi menyebut nama Rinana dan meminta untuk berdiri. Riana merebut perhatian peserta wisuda. Saat berdiri, Riana masih menjadi pembicaraan. Sosok imut berkerudung itu pun maju untuk menerima penghargaan sebagai lulusan termuda.

Bagaimana perasaannya setelah diwisuda? ''Tentu saja senang dan lega. Alhamdulillah,'' jawab Riana setelah acara wisuda.

Riana lantas membeberkan pengalaman kuliah pada usia relatif belia. Dia menyatakan tidak menemui banyak kesulitan selama menempuh studi di FK UGM. Tugas-tugas yang cukup berat dikerjakan dengan riang. ''Kesulitan sih ada. Tapi, semua bisa diatasi. Kalau di kedokteran, tugasnya memang banyak,'' kata Riana. Saat wisuda, Riana didampingi ayah, ibu, dan seorang adiknya.

Ditanya apakah masih ingin melanjutkan sekolah, Riana mengiyakan. ''Sehabis ini masih ingin terus belajar lagi,'' tutur alumnus dengan skripsi tentang kanker payudara itu, lantas tersenyum manis. Riana ingin mewujudkan cita-citanya sebagai dokter spesialis kandungan.

Sang ayah, Helmi, menyatakan bangga atas prestasi Riana. Menurut Helmi, Riana sejak kecil memang suka belajar. Dia sangat antusias setiap hendak berangkat ke sekolah. Itu terjadi sejak di bangku SD.

Bagi Riana, lanjut Helmi, berangkat sekolah ibarat pergi ke taman bermain. Saat diantar ayahnya ke sekolah dengan sepeda motor, Riana kecil selalu tidak sabar untuk segera turun dan berlari ke dalam sekolah. ''Dia menikmati betul setiap proses belajar,'' tutur perwira polisi pendidik di Sekolah Perwira Polri Lido, Sukabumi, Jawa Barat, itu. ''Oh ya, Riana selalu datang lebih pagi daripada teman-temannya,'' imbuhnya.

Riana mulai masuk SD pada usia 4 tahun. Menurut Helmi, dirinya dan istri tidak pernah memaksa anaknya bersekolah lebih awal. Namun, kecerdasan Riana sudah tampak dari usia tiga tahun. ''Dari usia segitu, dia sudah bisa membaca. Meski sudah malam, dia selalu minta diajari membaca,'' tutur Helmi sambil memandang Riana. Helmi menambahkan, setelah lulus SD, Riana menyelesaikan SMP dan SMA Negeri 3 Sukabumi dengan program akselerasi.

Helmi juga membeberkan, Riana sejak kecil tidak suka bermain boneka. Menurut Helmi, boneka adalah sosok yang mengerikan. Sebab itu, saat anak seusianya sibuk bermain boneka, Riana justru lebih suka belajar membaca. ''Dia takut main boneka. Lihat boneka malah menjerit. Makannya, kerjanya belajar terus,'' papar Helmi, lantas tertawa. (lr/jpnn/agm)

Kamis, 21 Mei 2009

Dua Pejabat Dinas Pendidikan Ditahan

TEMANGGUNG- Setelah melakukan proses penyidikan selama lebih dari 4 bulan, Kejaksaan Negeri Kabupaten Temanggung akhirnya menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan seragam, Selasa (19/5) petang.

Para tersangka adalah Bibit Aminatun, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Suwarno, ketua UPTD Pendidikan Kecamatan Tembarak. Keduanya datang ke kantor kejaksaan secara terpisah dengan didampingi penasihat hukum masing-masing.

Suwarno sudah berada di kantor tersebut sejak pukul 08.30, disusul Bibit yang datang satu setengah jam kemudian. Sejak awal kedatangan, Bibit terlihat sangat tegang dan bahkan sempat terisak saat menunggu di ruang tamu.

Setelah menunggu berjam-jam, mereka akhirnya dibawa ke rutan Temanggung pukul 17.20, dengan menaiki Kijang AA 9584 KE milik Kejari. Saat digiring masuk ke mobil, keduanya menutupi wajah masing-masing dengan koran dan jaket.

Saat konferensi pers, Kajari Temanggung Agus Budi Santoso mengungkapkan kasus itu bermula dari proyek pengadaan seragam dinas bersumber dana APBD TA 2008. Namun dalam pelaksanaannya ditemukan dugaan penyimpangan terkait proses lelang.

’’Saat lelang, tersangka Suwarno yang juga ketua panitia diduga memenangkan pihak rekanan tertentu. Padahal rekanan yang dimenangkan, tidak memenuhi syarat. Sedangkan peran Bibit adalah sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK), dan ditengarai ada kerja sama antara keduanya,’’ papar Kajari.
Tak Sesuai Spek
Disamping itu, kualitas kain seragam hasil pengadaan proyek ini juga ditengarai tidak sesuai spesifikasi. Berdasar hasil audit BPKP, dari proyek ini ditemukan nilai kerugian negara sejumlah Rp 250.439.300. Terkait alasan penahanan, Agus menjelaskan secara objektif langkah itu telah sesuai Pasal 21 KUHP yang memerintahkan tersangka dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun untuk ditahan. Sedangkan secara subjektif, keduanya ditahan itu karena dikhawatirkan akan kabur atau menghilangkan barang bukti.

Untuk penyelesaian proses hukum berikutnya, Kajari telah menunjuk 4 orang JPU untuk masing-masing tersangka. Dalam perkara Bibit Aminatun, JPU yang ditunjuk adalah M Helmi Syarif, M Yasin Joko, Masduki, dan Siti Mahanim. Sedangkan tersangka Suwarno, JPU yang akan menuntutnya adalah Masduki, Y Avilla, M Helmi Syarif, dan Hermin.

’’Pemberkasan sudah rampung tadi malam. Kami targetkan kasus ini secepatnya bisa ke PN.’’Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor, yang memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan minimal 4 tahun.

Arif Winarno, penasihat hukum Bibit Aminatun mengatakan kliennya akan menghormati segala bentuk proses hukum yang berlaku. Ditanya mengenai kemungkinan penangguhan penahanan, dia belum bisa menjawab. ’’Kita lihat saja nanti,’’ katanya singkat. (J1-50) (Suara Merdeka, 20 Mei 2009)

Pengikut